Sabtu, 25 Desember 2010

CERITA REFLEKSI....

ini cerita pertama kali aku baca d Warta Jemaat Gereja..banyak sih yang sering aku baca, tapi pas baca ini aku langsung suka..bahkan aku terharu.. karena terlalu serius kali yaa,, hehehe.. mungkin beberapa dari kalian yang baca juga bisa meresapinya .. hedehh… ^^
“BERSYUKUR”
Belum sempat John meletakan tas kerjanya sepulang kerumah, matanya tertegun melihat sebuah surat tergeletak di atas meja. Disebuah amplop tertulis “untuk Ayah tersayang”. Setelah belasan tahun menjadi single parent, baru kali ini ada surat untuknya dari Lucy, anak gadisnya. Ada apaa .. ??
Kalimat pertama pada surat itu sudah mengguncang hatinya. “Ayah tersayang, jika ayah membaca surat ini maka aku sudah tidak ada dirumah”. Sekalipun berat, John melanjutkan bacaan, kata demi kata. “Ayah, aku telah menemukan pria yang akan mendampingi ku selamanya. Memang buat orang lain dia sudah terlalu tua, tapi bagiku pria berusia 45 tahun ini masih tetap muda. Dia sangat energik ayah. Kalo ayah mengenal lebih dekat dengannya pasti ayah juga akan menyukainya. Ayah jangan terkecoh dengan tato diseluruh tubuhnya. Atau janggut dan brewoknya yang panjang, atau puluhan tindik ditelinga dan hidungnya..karena jauh didalam hatinya, ia adalah orang yang baik. Ia sangat sayang padaku, dan juga ayah dari anak di dalam kandunganku. Istrinya tidak keberatan aku mendampinginya karena istrinya sudah sibuk mengurus anaknya yang banyak. Oh iya, ayah tidak usah khawatir tentang kehidupannku. Ia menguasai penjualan ekstasi dikota, jadi uang sama sekali bukan masalah buat kehidupan kami. Akupun tahu bahwa ia sudah mengidap HIV sejak lama, tapi katanya dalam beberapa tahun kedepan obat penyakit AIDS akan ditemukan, jadi aku tidak perlu khawatir bukan ??”
“Ayah jangan bersedih karena aku bahagia. Usia ku sudah 18 tahun, ayah.. jadi aku bisa memutuskan yang terbaik untuk hidupku”. Tanpa sadar airmata John menetes ke lembar kertas surat itu. Bagaimana mungkin anaknya yang lucu dan periang bisa menjadi seperti itu ?? Lembar pertama surat baru saja selesai dibacanya. Tangannya bergetar, berat sekali rasanya, tapi ia membuka lembar kedua surat itu. Kali ini isinya jauh berbeda..
“Ayah sayang, maaf.. sebenarnya surat dihalaman pertama tadi tidak benar-benar terjadi. Aku hanya ingin menggambarkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi pada anak-anak gadis. Dan syukurlah, aku tidak demikian. Ayah bahagia bukan..kalo aku tetap bersama ayah? Ayah bahagia bukan..aku tidak menghancurkan diriku seperti itu?? Tentu saja, mempunyai anak yang rapornya jelek jauh lebih menguntungkan daripada mempunyai anak seperti itu. Oh iya ayah, raporku ada didalam tas, nilainya jelek, maaf ya.. silahkan ayah lihat, jangan lupa ditanda tangani. Besok guru ingin bicara dengan ayah tentang nilai raporku, jangan marah yaa.. Kalo ayah tidak marah melihat nilai raporku, aku sedang bermain dirumah sebelah, aku tunggu yah.. LOVE YOU DADDY !!”
“Lucy…!!!!!!!!!” John berteriak dan lari kerumah tetangganya. Ia akan mengitik habis anaknya yang ‘keterlaluan’ itu.
Lega rasanya hati John. Konyol, tapi melegakan. Ini adalah seni bersyukur dan seni berkomunikasi. Kalau anda ingin bersyukur atas kesulitan yang kita terima, maka kita sebaiknya membayangkan kesulitan yang lebih besar yang mungkin bisa kita alami. Dengan demikian kita akan bisa bersyukur senantiasa…
“HIDUP YANG DIPENUHI UNGKAPAN SYUKUR AKAN MEMBAWA DAMAI SEJAHTERA MASUK KEDALAM HATI KITA DAN MEMANCARKAN KEDAMAIAN ITU KE SEKITAR KITA”
Jesus Bless you all….. ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar